Irfan atau tasawuf merupakan sebuah fenomena tersendiri didalam kehidupan beragama dan bermasyarakat.
Para ahli irfan, jika dilihat dari sudut pandang akademis, mereka disebut urafa, dan jika dilihat dari sudut pandang sosial, mereka disebut sufi (mutasawwifah).
Kita sudah mengetahui bahwa irfan/tasawuf terdiri dari dua aspek, yakni aspek teori dan praktek. Sekarang kita akan lihat lebih kedalam lagi apa saja yang dibicarakan dan dipraktekkan itu.
Tidak seperti disiplin ilmu lainnya seperti ilmu fiqih, ilmu hadist, ilmu tafsir alquran, ilmu teologi, ilmu filsafat dan lainnya, ilmu irfan dianggap unik karena bisa dilihat dari dua sudut pandang, yaitu sudut pandang akademis dan sudut pandang sosial.
Urafa dan sufi tidak dipandang sebagai sekte yang terpisah didalam islam dan mereka sendiri mengakui perihal itu.
Mereka bisa ditemui hampir disetiap sekte dan mazhab islam, tetapi pada saat tertentu mereka juga bisa bersatu membentuk kelompok sosial yang berbeda satu sama lain.
Kelompok-kelompok sosial yang mereka bentuk sering menyita perhatian banyak orang-orang disekitarnya. Mereka sering mengasingkan diri dan atau diasingkan dari kelompok masyarakat islam lainnya.
Faktor-faktor yang mengasingkan mereka dari kelompok masyarakat islam lainnya diantaranya karena serangkaian gagasan dan pendapat mereka yang sering dianggap aneh dan berbeda, seperti aturan khusus yang menentukan pergaulan sosial mereka, pakaian dan kadang-kadang cara mereka menata rambut dan jenggotnya serta tempat tinggal bersama mereka seperti pasantren-pasantren khusus dan lain sebagainya.
Saya sebutkan demikian, bukan berarti secara serta merta semua penganut faham atau aliran irfan menunjukkan tanda-tanda lahiriah seperti itu untuk membedakan mereka dengan masyarakat umum lainnya, banyak juga diantara mereka yang tidak ikut-ikutan mengikuti pola berpakaian dan tampilan lahiriah dengan aturan-aturan khusus yang sedemikian itu.
Namun demikian, walaupun diantara mereka ada yang berpakaian dan berpenampilan sebagaimana layaknya masyarakat umum lainnya, tapi pada saat-saat tertentu mereka semua bisa saja secara bersama-sama dalam metodelogi irfan/tasawuf (sayr wa suluk). Saya lebih condong untuk mengatakan bahwa golongan yang terakhir inilah yang disebut dengan sufi, bukan kelompok yang mengada-ada dengan pakaian dan jenggotnya supaya kelihatan sufi
Sebagaimana yang telah kita ketahui sebelumnya, bahwa irfan/tasawuf bisa dilihat dari dua sudut pandang yaitu sudut pandang sosial dan sudut pandang akademis. Kita akan kesulitan membicarakan irfan dari sudut sosial karena kita harus meneliti terlalu banyak mazhab/sekte-sekte dengan corak dan kebiasaan mereka yang satu sama lain sering sangat berbeda.
Saat ini yang mungkin dan yang mudah untuk kita telaah adalah melihat irfan sebagai disiplin ilmu secara akademis. Dilihat dari sudut pandang akademis, sebagai mana ilmu pengetahuan dan ilmu akademis lainnya, maka ilmu irfan-pun bisa dibagi menjadi dua cabang/aspek, yaitu aspek teori dan aspek praktik.
Dari aspek praktik irfan menjelaskan dan menguraikan hubungan dan tanggung jawab yang diemban manusia kepada dirinya sendiri, kepada alam semesta dan kepada Allah.
Kalau seperti itu terlihat pengertian irfan sama saja dengan pengertian akhlak (etika) , dan keduanya memang merupakan ilmu praktik. Namun demikian, walaupun dari sudut pengertian antara irfan dan akhlak lebih kurang sama saja, tapi dalam ‘aturan main’ dan fokusnya terdapat beberapa perbedaan diantara keduanya. Bagaimana aturan main dan apa saja yang khas dari irfan ini nanti akan kita bahas pada artikel berikutnya yang kita beri judul ‘Mengenal Irfan“.
Kita sudah mengetahui bahwa irfan/tasawuf terdiri dari dua aspek, yakni aspek teori dan praktek. Sekarang kita akan lihat lebih kedalam lagi apa saja yang dibicarakan dan dipraktekkan itu.
Ajaran praktik irfan dikenal dengan istilah teknisnya sebagai ‘sayr wa suluk’ atau ” Perjalanan Rohani”. Arti sebenarnya dari kata sayr wa suluk adalah ‘perjalanan’ atau ‘bepergian’ , diterjemahkan secara bebas dengan menambah kata rohani untuk lebih memudahkan kita dalam pembahasannya nanti.
Perjalanan rohani biasanya dimulai dari mempersiapkan si calon musafir (salik) yang ingin mencapai tujuan puncak keagungan manusia, yakni tauhid. Dijelaskan dengan ditail oleh seorang guru khusus darimana dia harus mulai berangkat, tahapan-tahapan apa saja yang harus dilalui dan dilakukan, stasiun-stasiun mana saja yang harus dilewati, kondisi dan situasi apa saja yang nanti akan dialami disetiap stasiun yang akan dilewati dan peristiwa-peristiwa apa saja nanti yang akan dialami.
Guru khusus yang disebutkan tadi adalah HARUS betul-betul seorang guru khusus yang sudah dianggap mempunyai keteladanan dan kesempurnaan dalam membimbing para musafir (salik) . Hal ini penting mengingat perjalanan disetiap tahapan dan stasiunnya nanti akan menuntut kewaspadaan tingkat tinggi. Tidak jarang orang yang terjebak kedalam bahaya dan menjadi sesat dalam melakukan perjalanan rohaninya karena tidak mempunyai guru dan pengarah yang khusus. Guru khusus dalam perjalanan rohani ini, dikalangan para ahli irfan dikenal dengan nama khusus pula, yaitu khidir atau Ta’ir al Quds (Burung Suci).
Bagi kita yang awam dengan irfan, melihat aturan khusus dan cara khusus yang dilakukan dengan cara yang sedemikian rupa itu tentu akan mengundang pertanyaan besar dibenak kita, Apakah tauhid yang dimaksud irfan dan tauhid yang kita maksud sebagai masyarakat awam adalah berbeda? Atau apakah sama saja?
Jawabannya tentu saja sudah jelas berbeda, mari kita lihat perbedaannya….
Bagi para ahli irfan/tasawuf (Arif) yang disebut tauhid adalah puncak keagungan kemanusiaan dan TUJUAN AKHIR dari ‘perjalanan rohaninya’ .
Sementara bagi kita yang awam, bahkan para filsuf sekalipun berpendapat bahwa tauhid adalah kesatuan dasar dari Wajib al Wujud.
Bagi ahli irfan (Arif) , tauhid berarti bahwa “selain Allah adalah tidak ada” , dan kemudian dilanjutkan lagi dengan pernyataan berikutnya, bahwa yang disebut dengan tauhid itu adalah berarti realitas terakhir hanyalah Allah dan segala sesuatu selain Allah hanyalah penampilan luar, bukan realitas.
Bagi Ahli Irfan, tauhid artinya mengikuti jalan dan tiba pada tahap ketika dia tidak melihat apa-apa kecuali Allah.
Tentu saja setiap pendapat yang ektrim akan menuai kritik yang ektrim pula, pendapat para ahli irfan ini mendapat penentangan dari banyak ulama-ulama islam lainnya, bahkan para ahli fiqih (Fuqaha) menggangap sekte/mazhab ini adalah ahli bid’ah (Mengada-ada). Tapi para ahli irfan juga tidak mau kalah dalam memberikan ‘penjelasan” dan bagi mereka hanya tauhid yang model tadilah yang benar dan yang selain mengikuti tahapan-tahapan seperti itu tidaklah betul karena tidak akan terlepas dari syirik.
Ahli irfan tidak setuju bahwa untuk mencapai tahapan ideal tauhid dengan menggunakan fungsi akal dan renungan. Menurut Ahli irfan untuk mencapai tahapan ideal tauhid yang betul adalah dengan perjalanan rohani, pembersihan hati, usaha yang keras dan pendisiplinan diri.
Sebagaimana pernah kita singgung sebelumnya tentang irfan, dari pengertiannya terlihat irfan sama saja dengan akhlak (etika) dan keduanya memang merupakan ilmu praktik.
Namun demikian, walaupun dari sudut pengertian antara irfan dan akhlak lebih kurang sama saja, tapi dalam ‘aturan main’ dan fokusnya terdapat beberapa perbedaan diantara keduanya.
Sekarang kita akan coba bahas tentang fokus dan perbedaa antara irfan dengan akhlak (etika).
Kita mulai dulu dari persamaannya, kenapa antara irfan dan akhlak disebutkan sama saja. Dari pengertian masing-masing didapat kesamaan bahwa antara irfan dan etika keduanya bertumpu pada bahasan tentang ” APA YANG HARUS DILAKUKAN”.
Sekarang apa perbedaannya yang paling penting diantara keduanya?
Mari Kita lihat…
Irfan membahas dan menguraikan hubungan dan tanggung jawab yang diemban manusia terhadap dirinya sendiri, kepada alam semesta dan kepada Allah. Dan sesuai dengan latihan-latihannya dan fahamnya tentang tauhid terlihat jelas bahwa penekanan yang paling utama dalam irfan dari aspek prakteknya adalah kepada hubungan dan tanggung jawab antara manusia dengan Allah.
Sedangkan dari sisi Ilmu Etika, tidak semua sistem akhlak memandang perlu membahas dan menguraikan hubungan antara manusia dengan Allah. Hanya sistem akhlak agama saja yang menganggap penting memberikan perhatian dan bahasan khusus tentang masalah ini.
Perbedaan selanjutnya adalah bahwa metodelogi gerak maju rohani sayr (perjalanan) dan Suluk ( bepergian) merupakan metodelogi yang dinamis, sementara metodelogi etika adalah statis.
Irfan berbicara tentang perjalanan rohani, yaitu bermula dari sebuah titik keberangkatan, stasiun-stasiun, tempat tujuan dan tahapan-tahapan dalam aturan yang benar. Dan dalam pandangan ahli irfan, yang disebut dengan perjalanan dan jalan tersebut adalah betul-betul jalan dalam pengertian harfiah, yakni jalan. Bukan jalan dalam pengertian kiasan atau metapora, dan yang disebutkan sebagai jalan itu harus betul-betul diikuti setahap demi setahap, stasiun demi stasiun. Untuk sampai kepada stasiun mana saja tanpa melewati stasiun sebelumnya, menurut pandangan para ahli irfan adalah sesuatu hal yang tidak mungkin.
Para ahli irfan memandang roh manusia persis seperti organisme hidup, seperti benih atau seperti seorang anak, yang mana kesempurnaannya tergantung kepada pertumbuhan dan kematangannya sesuai dengan sistem dan aturan tertentu.
Sedangkan didalam etika subjek yang ditangani hanya serangkaian kebijakan seperti kewajaran, kejujuran, keikhlasan, kesucian, keadilan dan kemurahan hati serta mementingkan kepentingan umum ketimbang kepentingan pribadi dan seterusnya. Fokusnya lebih kepada menghiasi roh dengan keperibadian yang indah, anggun dan lembut.
Dalam pandangan etika, roh itu diibaratkan sebagai sebuah rumah, dimana keindahan dan keserasian rumah tersebut tergantung kepada hiasan apa yang menghiasi rumah tersebut. Bagaiman dekorasinya, bagaimana tata ruangnya, bagaimana infrastrukturnya, bagaimana taman dan halamannya dan seterusnya. Dalam hal penyempurnaan keindahan sebuah rumah, urutan pengerjaannya tidak harus berurutan, bisa dilakukan dan dimulai dari mana saja dan di akhiri dimana saja, boleh menghiasi taman dulu dan bisa juga mempercantik ruang tamu atau kamar tidur, mulai darimana saja dianggap saja saja.
Perbedaan ketiga diantara kedua disiplin ilmu ini adalah, bahwa unsur-unsur rohani dari etika terbatas pada konsep dan gagasan yang pada umumnya biasa, sementara unsur rohani dari irfan jauh lebih mendalam dan luas.
Didalam metodelogi spiritual irfan, yang banyak disinggung adalah hati serta keadaan dan kejadian yang dialaminya, dan pengalaman pengalaman ini hanya diketahui oleh musafir yang menempuh perjalanan itu.
Cabang irfan yang lain berhubungan dengan interprestasi wujud, yakni Tuhan, alam semesta dan manusia. Tentang interprestasi wujud ini, terdapat beberapa kemiripan antara apa yang dipahami oleh irfan dengan apa yang dipahami oleh filsafat, tentang hal ini nanti akan kita bicarakan dalam artikel khusus lainnya.
Sebagaimana pernah kita singgung sebelumnya tentang irfan, dari pengertiannya terlihat irfan sama saja dengan akhlak (etika) dan keduanya memang merupakan ilmu praktik.
Namun demikian, walaupun dari sudut pengertian antara irfan dan akhlak lebih kurang sama saja, tapi dalam ‘aturan main’ dan fokusnya terdapat beberapa perbedaan diantara keduanya.
Sekarang kita akan coba bahas tentang fokus dan perbedaa antara irfan dengan akhlak (etika).
Kita mulai dulu dari persamaannya, kenapa antara irfan dan akhlak disebutkan sama saja. Dari pengertian masing-masing didapat kesamaan bahwa antara irfan dan etika keduanya bertumpu pada bahasan tentang ” APA YANG HARUS DILAKUKAN”.
Sekarang apa perbedaannya yang paling penting diantara keduanya?
Mari Kita lihat…
Irfan membahas dan menguraikan hubungan dan tanggung jawab yang diemban manusia terhadap dirinya sendiri, kepada alam semesta dan kepada Allah. Dan sesuai dengan latihan-latihannya dan fahamnya tentang tauhid terlihat jelas bahwa penekanan yang paling utama dalam irfan dari aspek prakteknya adalah kepada hubungan dan tanggung jawab antara manusia dengan Allah.
Sedangkan dari sisi Ilmu Etika, tidak semua sistem akhlak memandang perlu membahas dan menguraikan hubungan antara manusia dengan Allah. Hanya sistem akhlak agama saja yang menganggap penting memberikan perhatian dan bahasan khusus tentang masalah ini.
Perbedaan selanjutnya adalah bahwa metodelogi gerak maju rohani sayr (perjalanan) dan Suluk ( bepergian) merupakan metodelogi yang dinamis, sementara metodelogi etika adalah statis.
Irfan berbicara tentang perjalanan rohani, yaitu bermula dari sebuah titik keberangkatan, stasiun-stasiun, tempat tujuan dan tahapan-tahapan dalam aturan yang benar. Dan dalam pandangan ahli irfan, yang disebut dengan perjalanan dan jalan tersebut adalah betul-betul jalan dalam pengertian harfiah, yakni jalan. Bukan jalan dalam pengertian kiasan atau metapora, dan yang disebutkan sebagai jalan itu harus betul-betul diikuti setahap demi setahap, stasiun demi stasiun. Untuk sampai kepada stasiun mana saja tanpa melewati stasiun sebelumnya, menurut pandangan para ahli irfan adalah sesuatu hal yang tidak mungkin.
Para ahli irfan memandang roh manusia persis seperti organisme hidup, seperti benih atau seperti seorang anak, yang mana kesempurnaannya tergantung kepada pertumbuhan dan kematangannya sesuai dengan sistem dan aturan tertentu.
Sedangkan didalam etika subjek yang ditangani hanya serangkaian kebijakan seperti kewajaran, kejujuran, keikhlasan, kesucian, keadilan dan kemurahan hati serta mementingkan kepentingan umum ketimbang kepentingan pribadi dan seterusnya. Fokusnya lebih kepada menghiasi roh dengan keperibadian yang indah, anggun dan lembut.
Dalam pandangan etika, roh itu diibaratkan sebagai sebuah rumah, dimana keindahan dan keserasian rumah tersebut tergantung kepada hiasan apa yang menghiasi rumah tersebut. Bagaiman dekorasinya, bagaimana tata ruangnya, bagaimana infrastrukturnya, bagaimana taman dan halamannya dan seterusnya. Dalam hal penyempurnaan keindahan sebuah rumah, urutan pengerjaannya tidak harus berurutan, bisa dilakukan dan dimulai dari mana saja dan di akhiri dimana saja, boleh menghiasi taman dulu dan bisa juga mempercantik ruang tamu atau kamar tidur, mulai darimana saja dianggap saja saja.
Perbedaan ketiga diantara kedua disiplin ilmu ini adalah, bahwa unsur-unsur rohani dari etika terbatas pada konsep dan gagasan yang pada umumnya biasa, sementara unsur rohani dari irfan jauh lebih mendalam dan luas.
Didalam metodelogi spiritual irfan, yang banyak disinggung adalah hati serta keadaan dan kejadian yang dialaminya, dan pengalaman pengalaman ini hanya diketahui oleh musafir yang menempuh perjalanan itu.
Cabang irfan yang lain berhubungan dengan interprestasi wujud, yakni Tuhan, alam semesta dan manusia. Tentang interprestasi wujud ini, terdapat beberapa kemiripan antara apa yang dipahami oleh irfan dengan apa yang dipahami oleh filsafat, tentang hal ini nanti akan kita bicarakan dalam artikel khusus lainnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar